Pertengkaran dan perselisihan yang
terjadi dalam keluarga akan menyebabkan suasana yang panas dan tegang
yang dapat mengancam keutuhan dan kehar-monisan rumah tangga. Tidak
jarang, pertengkaran itu berakhir dengan perceraian dan kehancuran
keluarga. Fenomena ini merupakan salah satu hal yang paling
dikhawatirkan oleh semua anggota keluarga, termasuk di dalamnya
anak-anak.
Suasana yang
menegangkan dalam rumah sangat berdampak negatif terhadap perkembangan
dan pembentukan jati diri anak. “Kelabilan sikap dan penyakit-penyakit
kejiwaan yang diderita oleh anak-anak belia dan orang dewasa, disebabkan
oleh perlakuan tidak benar yang diperlihatkan oleh orang tua mereka,
seperti pertengkaran yang menyebabkan suasana dalam rumah panas dan
menegangkan. Hal seperti itu membuat anak tidak merasa aman berada di
dalam rumah”.[1]
Profesor Richard Fougen berpendapat bahwa:
“Ibu yang tidak diperlakukan dengan layak
sebagai seorang manusia, sebagai ibu bagi anak-anaknya, dan sebagai
isteri bagi suaminya, tidak akan mampu memberikan rasa aman pada diri
anak-anaknya”.[2]
Perasaan aman dan tenang merupakan salah
satu faktor terpenting dalam membangun kepribadian anak secara benar dan
sempurna. Perasaan semacam ini tidak akan didapatkan dalam lingkungan
yang selalu diliputi oleh ketegangan dan pertengkaran.
Dalam keadaan seperti itu, anak akan
berada dalam kebingungan dan kebimbangan. Ia tidak tahu apa yang harus
ia perbuat. Posisinya tidak memungkinkan baginya untuk menyelesaikan
pertengkaran kedua orang tuanya, apalagi jika pertengkaran tersebut
sampai menggunakan kekerasan. Di satu sisi, ia tidak mungkin akan
berpihak pada salah satu dari orang tuanya.
Lebih dari itu, kebingungan anak akan
memuncak kala masing-masing pihak yang berselisih berusaha untuk menarik
dukungannya dengan menyebutkan bahwa pihaknyalah yang benar, sedangkan
lawannyalah yang bersalah dan memulai menyulut api pertengkaran ini.
Semua itu meninggalkan kesan negatif di hati, pikiran, dan perasaan si
anak.
Dr Spock berpendapat sebagai berikut:
“Riset yang dilakukan oleh para ahli
terhadap ribuan anak yang tumbuh besar di tengah-tengah keluarga yang
selalu diliputi oleh ketegangan membuktikan bahwa mereka ketika
menginjak usia dewasa akan merasa bahwa mereka tidak seperti orang-orang
lain pada umumnya. Mereka kehilangan rasa percaya diri. Mereka pun
takut untuk menjalin hubungan cinta yang sehat dengan orang lain, karena
mereka selalu membayangkan bahwa membangun keluarga berarti menempatkan
dirinya di suatu tempat yang dihuni oleh orang-orang yang selalu
berselisih dan bertengkar satu dengan yang lainnya”.[3]
Setiap keluarga memiliki masalah yang
berpotensi memicu percekcokan di antara mereka. Cara melampiaskan
kekesalan dan kemarahan masing-masing pun berbeda. Sebagian orang
terbiasa untuk menggunakan kata-kata kotor, makian, dan hinaan. Sebagian
yang lain terbiasa untuk melayangkan tangan ketika amarahnya memuncak.
Saat menyaksikan adegan demikian, anak-anak akan belajar untuk
mempraktekkannya ketika terlibat pertengkaran dengan kawan-kawannya.
Hal itu akan mempengaruhi tingkah laku
mereka saat kanak-kanak maupun saat menginjak usia dewasa nanti. Karena
itulah kita banyak menyaksikan ataupun mendengar adanya anak yang sampai
memaki ibunya atau bahkan memukulnya. Dan terkadang pula, si anak akan
menggunakan apa yang ia pelajari itu terhadap isterinya ketika kelak
menginjak usia dewasa.
Untuk mencegah terjadinya pertengkaran
dan percekcokan antara suami dan isteri, atau paling tidak, mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap psikis dan mental, atau jika
mungkin, menghilangkannya sama sekali, Islam telah mengenalkan sebuah
konsep sempurna dalam menyelesaikan pertengkaran dan perselisihan dalam
keluarga.
Pada uraian sebelumnya telah disebutkan
bahwa Islam sangat menekankan pentingnya mempererat tali cinta kasih
dalam keluarga. Selain itu juga telah disebutkan hak-hak dan kewajiban
suami dan istri. Dalam ajaran Islam pun disebutkan tentang pentingnya
proses seleksi dengan standar nilai Islam ketika memilih calon suami
atau istri.
Semua ini dimaksudkan untuk mencegah
perselisihan yang mungkin terjadi dalam keluarga. Namun jika tanda-tanda
munculnya percekcokan sudah nampak, atau bahkan percekcokan itu telah
terjadi, Islam menawarkan cara untuk mengakhirinya. Selain itu, Islam
juga mengecam pihak yang memicu perselisihan dan memperingatkan semua
pihak agar waspada terhadap masalah ini.
Rasulullah SAWW bersabda:
خیر الرجال من أمتي الذین لا یتطاولون على أھلیھم ویحنّون علیھم ولا یظلمونھم
Artinya: Lelaki terbaik dari umatku adalah orang tidak menindas keluarganya, menyayangi mereka dan tidak berlaku zalim.[4]
Imam Muhammad Baqir a.s. dalam sebuah
hadis menganjurkan para suami untuk bersabar menerima perlakuan buruk,
sebab membalas keburukan dengan keburukan akan membuat area perselisihan
bertambah luas. Beliau mengatakan:
من احتمل من امرأتھ ولو كلمة واحدة أعتق الله رقبتھ من النّار وأوجب لھ الجنّة
Artinya: Orang yang sabar dalam
menerima perlakuan buruk istrinya, meskipun hanya sebatas satu kata,
niscaya akan dibebaskan Allah dari siksa api neraka dan ditempatkannya
di dalam surga.[5]
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAWW menghimbau para suami untuk bersabar atas perlakuan buruk isterinya. Beliau bersabda:
من صبر على سوء خلق امرأتھ أعطاه الله من الأجر ما أعطى أیوب على بلائھ
Artinya: Jika seseorang bersabar atas
perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang
Dia berikan kepada Nabi Ayyub a.s. yang tabah dan sabar menghadapi
ujian-ujian Allah yang berat. [6]
Bersabar terhadap perlakuan buruk isteri adalah hal yang mungkin dianggap tidak wajar oleh kaum lelaki. Tetapi dengan adanya perintah dan anjuran Nabi SAWW dan AhlulBait a.s., hal tersebut menjadi suatu yang sunnah yang akan dengan senang hati dijalankan oleh kaum lelaki yang beriman. Tanpa merasakan adanya kehinaan dan kerendahan bagi martabatnya sebagai suami, ia akan bersabar terhadap perlakuan buruk isterinya itu.
Meniru perilaku Rasulullah SAWW terhadap isteri-isteri beliau dan perilaku Ahlul Bait a.s. dapat meminimalkan timbulnya pertengkaran dalam keluarga. Imam Ja’far Shadiq a.s. berkata:
كانت لأبي علیھ السلام امرأة وكانت تؤذیھ وكان یغفر لھا
Artinya: Ayahku pernah mempunyai seorang isteri yang sering menyakitinya. Namun, ayahku selalu mema-afkannya. [7]
Rasulullah SAWW melarang para suami untuk menggunakan kekerasan terhadap isterinya dalam hadis berikut ini:
أيّ رجل لطم امرأتھ لطمة أمر الله عزّ وجل مالك خازن النیران فیلطمھ على حرّ وجھھ سبعین لطمة في
نار جھنّم
Artinya: Barang siapa melayangkan
tamparan ke pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat
penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali
tamparan di neraka jahanam. [8]
Di pihak lain, kaum wanita pun dianjurkan untuk bersikap yang sama. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Imam Ja’far Shadiq a.s. menganjurkan kaum wanita untuk sedapat mungkin untuk menghindari pertengkaran yang buruk. Beliau berkata:
خیر نسائكم التي إن غضبت أو أغضبت قالت لزوجھا : یدي في یدك لا أكتحل بغمضحتى ترضى عني
Artinya: Wanita terbaik adalah wanita yang ketika marah atau membuat suaminya marah, berkata kepada suaminya itu, “ Aku letakkan tanganku di tanganmu. Aku bersumpah untuk tidak tidur sebelum engkau mema-afkanku.” [9]
Imam Muhammad Baqir a.s. berkata:
وجھاد المرأة أن تصبر على ما ترى من أذى زوجھا وغیرتھ
Artinya: Jihad bagi seorang wanita adalah bersabar terhadap perlakuan buruk dan rasa cemburu suaminya.[10]
Rasulullah SAWW melarang isteri untuk melakukan tindakan yang dapat memancing timbulnya pertengkaran. Beliau bersabda:
من شرّ نسائكم الذلیلة في أھلھا , العزیزة مع بعلھا , العقیم الحقود , التي لا تتورّع عن قبیح , المتبرّجة
إذا غاب عنھا زوجھا , الحصان معھ إذا حضر , التي لا تسمع قولھ , ولا تطیع أمره , فإذا خلا بھا
تمنعت تمنع الصعبة عند ركوبھا ولا تقبل لھ عذرا ولا تغفرلھ ذنبا
Artinya: Wanita terburuk adalah
wanita yang hina dalam keluarganya tetapi merasa mulia di hadapan suami;
yang mandul dan selalu merasa dengki; yang tidak berhenti melakukan
perbuatan buruk; yang selalu berhias kala suami bepergian dan bersikap
sombong kala suami ada; yang tidak mendengar kata-kata suami dan tidak
menuruti perintahnya; yang jika berduaan dengan suaminya akan menolak
ajakannya; dan yang tidak pernah mau memaafkan kesalahan suami dan tidak
menerima alasannya. [11]
Rasulullah SAWW dalam hadisnya melarang wanita untuk membebani suami dengan sesuatu yang di luar kemampuannya. Beliau bersabda:
أیّما امرأة أدخلت على زوجھا في أمر النفقة و كلّفتھ مالا یطیق لا یقبل الله منھا صرفا ولا عدلا إلاّ أن
تتوب وترجع وتطلب منھ طاقتھ
Artinya: Wanita yang memaksa suaminya
untuk memberikan nafkah di luar batas kemampuannya, tidak akan diterima
Allah SWT amal perbuatannya sampai ia bertaubat dan meminta nafkah
semampu suaminya.[12]
Selain itu Rasulullah SAWW juga melarang wanita untuk mengungkit-ungkit kelebihannya atas suami. Beliau bersabda:
لو أن جمیع ما في الأرض من ذھب وفضة حملتھ المرأة إلى بیت زوجھا ثم ضربت على رأس زوجھا
یوما من الأیام , تقول : من أنت ؟ إنما المال مالي , حبط عملھا ولو كانت من أعبد الناس, إلاّ أن تتوب
وترجع وتعتذر إلى زوجھا
Artinya: Seandainya seorang wanita
datang ke rumah suaminya dengan membawa serta bersamanya seluruh
kekayaan bumi dari emas dan peraknya, lalu pada suatu saat ia mengangkat
kepalanya di hadapan suami sambil mengatakan, “ Siapa kau ini? Bukankah seluruh harta ini adalah milikku?”
, Allah akan menghapus semua amalan baiknya meskipun ia adalah orang
yang paling banyak beribadah, kecuali bila ia bertaubat dan meminta maaf
kepada suaminya. [13]
Rasulullah SAWW juga mengingatkan para wanita untuk tidak menggunakan kata-kata kasar yang dapat membangkitnya amarah suami saat berhadapan dengannya. Beliau bersabda:
أیّما امرأة آذت زوجھا بلسانھا لم یقبل منھا صرفا ولا عدلا ولا حسنة من عملھا حتى ترضیھ ..
Artinya: Jika seorang wanita
menyakiti suaminya dengan kata-kata, Allah tidak akan menerima seluruh
amalan baiknya sampai sang suami memaafkannya. [14]
Dalam hadisnya yang lain, Rasulullah SAWW melarang suami isteri tidak menyapa satu sama lain, karena hal itu merupakan awal perpisahan dan terputusnya hubungan antara mereka. Beliau bersabda:
أیّما امرأة ھجرت زوجھا وھي ظالمة حشرت یوم القیامة مع فرعون وھامان وقارون في الدّرك الأسفل
من النار إلاّ أن تتوب وترجع
Artinya: Jika seorang wanita
mendiamkan suaminya padahal ia adalah pihak yang salah dan berlaku zalim
terhadapnya, Allah kelak akan mengumpulkannya bersama dengan Fir’aun, Haman, dan Qarun di dasar neraka, kecuali jika ia bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. [15]
Semua perintah dan anjuran di atas, jika dijalankan dengan baik dan sempurna, akan menjamin keselamatan keluarga dari pertengkaran dan percekcokan atau paling tidak meminimalkannya. Namun bila pasangan suami isteri tidak mampu menjalankannya dengan baik, maka hendaknya pertengkaran yang terjadi di antara mereka tidak didengar oleh anak-anak. Sebaiknya, anak-anak tidak mendengar tuduhan-tuduhan, kata-kata kotor, dan makian yang terlontar dari kedua orang tua mereka.
Kewajiban orang tua adalah menjelaskan kepada anak-anak mereka bahwa pertengkaran dalam sebuah keluarga adalah hal yang wajar dan mereka berdua masih saling mencintai. Selain itu, mereka berdua juga harus secepatnya mencari jalan penyelesaian kemelut yang melanda rumah tangga mereka itu.
Referensi:
[1]Dr. Zain Abbas Umarah, Adhwa’ Alaa Al-Nafs
Al-Basyariyyah: 302
[2]Ibid
[3]Masyakil Al-Aaba’ fi Tarbiyah Al-Abnaa’:45
[4]Makarim Al-Akhlaq:216-217
[5]Ibid:216
[6]Ibid:213
[7]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:279, hadis ke-4
[8]Mustadrak Al-Wasail 2:550
[9]Makarim Al-Akhlaq:200
[10]Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih 3:277 hadis ke-4
[11]Makarim Al-Akhlaq:202
[12]Ibid
[13]Ibid
[14]Ibid:214
[15]Ibid:202
Dikutip dari Buku Pendidikan AnakMenurut Ajaran Islam, Muassasah Imam Ali as, Penerjemah : Sayyed Ahmad Hafizh Alkaf.
0 komentar: